Rabu, 02 Februari 2011

Makna Gramatikal

Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang berubah-ubah sesuai dengan konteks pemakainya. Kata ini sudah mengalami proses gramatikalisasi, baik pengimbuhan, pengulangan, ataupun pemajemukan
Contoh:
Berlari = melakukan aktivitas
Bersedih = dalam keadaan
Bertiga = kumpulan
Berpegangan = saling

Makna Gramatikal Baru
Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal seperti afikasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Umpamanya dalam proses afikasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal “memakai baju”. [1][12] Tampaknya makna-makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses gramatikal ini berkaitan erat dengan fitur makna yang dimiliki setiap butir leksikal dasar.
a. Fitur Makna
Makna setiap butir leksikal dapat dianalisis atas fitur-fitur makna yang membentuk makna keseluruhan butir leksikal itu seutuhnya. Misalnya
Fitur makna
Boy
Man
Girl
Woman
  1. Manusia
  2. Dewasa
  3. Laki-laki
+
-
+
+
+
+
+
-
-
+
+
-
            Jadi, dari bagan diatas bisa diambil kesimpulan dari salah satu contoh kata Boy, memiliki fitur makna (+ manusia), )- dewasa), (+ laki-laki)
            Analisis fitur semantik ini yang berasal dari kajian Roman Jackobson dan Morris Helle (1953) mengenai bunyi bahasa Inggris, dimanfaatkan oleh Chomsky untuk membedakan ciri-ciri lexical item dalam daftar leksikonny, seperti:
Fitur
Boy
Dog
Chair
Rice
  1. Nomina
  2. Insan
  3. Terhitung
  4. Konkret
  5. Bernyawa
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
-
+
-
+
-
-
-
-[2][13]
b. Makna Gramatikal Afiksasi
Afiksasi adalah pembubuhan afiks pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia afiksasi merupakan salah satu proses penting dalam pembentukan kata dan penyampaian makna. Jenis afiks dan makna gramatikal yang dihasilkan cukup banyak dan beragam. Satu hal yang jelas makna afiks yang dihasilkan mempunyai kaitan dengan fitur semantik. Misalnya pada bentuk kata dasar yang berfitur semantik (+kendaraan) akan melahirkan makna gramatikal “mengendarai”, “naik”, “menumpang”.
c. Makna Gramatikal Reduplikasi
Reduplikasi juga merupakan satu proses gramatikal dalam pembentukan kata. Secara umum makna gramatikal yang dimunculkannya adalah menyatakan “pluralis” atau “intensitas”. Misalnya kata rumah direduplikasikan menjadi rumah-rumah bermakna gramatikal banyak rumah, dan lain-lain. Namun, makna gramatikal reduplikasi ini tampaknya tidak bisa ditafsirkan pada tingkat marfologi saja, melainkan baru bisa ditafsirkan pada tingkat gramatikal yang lebih tinggi yaitu sintaksis. Misalnya makna kata “lebar-lebar” pada kalimat-kalimat berikut:
- Bukalah pintu itu lebar-lebar!
- Daunnya sudah lebar-lebar, tetapi belum dipetik
- Kumpulkan kertas yang lebar-lebar itu disini
Kata lebar-lebar kalimat pertama bermakna “selebar mungkin”, pada kalimat kedua bermakna “banyak yang lebar”, sedangkan kalimat yang ketiga bermakna “hanya yang lebar saja”.
d. Makna Gramatikal Komposisi
Butir leksikal dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, adalah terbatas, padalah konsep-konsep yang berkembang dalam kehidupan manusia akan selalu bertambah. Oleh karena itu selain proses afiksasi dan proses reduplikasi, banyak juga dilakukan proses komposisi untuk menampung konsep-konsep yang baru muncul itu, atau yang belum ada kosakatanya. Contoh kata sate yang bermakna leksikal daging yang dipanggang dan diberi bumbu, ada kita dapati gabungan kata sate kambing, sate ayam, sate madurra dan sate padang.
Dari makna gramatikal yang kita lihat dari contoh komposisi dengan kata sate itu, tampak bahwa makna gramatikal yang muncul dari gabungan kata itu, sangat berkaitan dengan fitur semantik yang dimiliki oleh butir leksikal yang digabungkan dengan kata sate itu.Kata atau butir leksikal kambing dan ayam sama-sama memiliki fitur semantik (+hewan),(+daging),(+bahan (makanan)), maka fitur (+bahan (makanan)) ini melahirkan makna gramatikal sate kambing dan ayam “bahan”, dll.
Penutur (asli) suatu bahasa tidak perlu secara khusus mempelajari dulu fitur-fitur semantik kosakata yang ada di dalam bahasanya untuk dapat membuat gabungan kata, sebab fitur-fitur semantik itu sudah turut ternuranikan sewaktu dia dalam proses pememrolehan bahasanya.
e. Kasus Kepolisemian
Sebuah kata atau ujaran disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna pertama adalah makna sebenarnya, yang lain adalah makna yang dikembangkan.
Contoh:
a. Kepalanya luka kena pecahan kaca.
b. Kepala surat biasanya berisi nama dan alamat kantor.
c. Kepala kantor itu paman saya.
d. Kepala jarum itu terbuat dari plastic.
Makna pertama kata kepala adalah makna denotatif, sedangkan makna-makna berikutnya tidak bisa dipahami tanpa konteks sintaksisnya.
Dalam proses pemerolehan semantik makna polisemi ini dikuasai setelah menguasai makna leksikal. Suatu ujaran yang mengandung kata atau kata-kata yang bermakna polisemi tentu akan dipahami secara salah oleh pendengar yang belum tahu akan makna polisemi dari kata atau kata-kata itu. Misalnya: Dulu ketika di TK seorang anak terheran-heran mendengar bait lagu “Naik Delman” yang berbunyi “Naik delman istimewa ku duduk di muka” Di rumah sepulang sekolah dia bertanya pada ibunya, “Ma kok muka diduduki sih?. Disisni tampak bahwa anak tersebut baru menguasai makna leksikal kata muka. Yaitu bagian kepala sebelah depan tempat adanya mulut, hidung dan mata. Dia belum mengerti makna polisemi bahwa muka juga memilki makna “depan”